"Arghh..!", kembali Risha
dikagetkan oleh amarah suaminya. Entah apa yang membuat Dafa sangat kesal
hingga semua yang dikatakan istrinya menjadi salah. Memang Risha lah tempat
Dafa meluapkan emosinya. Meskipun terkadang kesal, namun Risha mencoba
menikmatinya."Semoga dengan begini, aku akan selalu menjadi satu-satunya
wanita yang dia rindukan dan cari disaat susahnya.", doanya.
"Ada apa sayang?" tanya Risha
lembut seraya memberikan susu coklat hangat yang selalu disiapkan saat suaminya
pulang ke rumah. "Hhh.. manager ini tuh bla bla bla...", Dafa
bercerita panjang lebar tentang kerumitan yang sedang terjadi di tempat
kerjanya. Sangat panjang hingga emosinya kembali normal perlahan.
Risha setia duduk disampingnya untuk mendengarkan dan sesekali memberikan
semangat dan pelukan. Ia sangat menyukai saat suaminya bercerita tentang banyak
hal tanpa harus ditanya. "Percakapan yang menghangatkan.", fikir
Risha.
Malam itupun mereka menghabiskan malam
dengan bermain bersama. Dafa mengajarkan Kimi banyak hal dan Kimi sangat
menikmati waktu yang dihabiskan dengan ayahnya. Tawa riang dan kepatuhan
terhadap apa yang dikatakan ayahnya, sangat menunjukkan betapa rindunya dia dengan ayahnya. "Seharian itu waktu yang lama ya nak.", gumam Risha
sambil tersenyum melihat keduanya. Risha sangat menyukai saat-saat seperti ini.
Saat dimana Dafa selalu mencoba memberikan waktu untuk si kecil, dalam lelahnya
hari sekalipun.
Kimi ingin tidur dengan ayahnya. Namun
Dafa tau bahwa Kimi harus belajar tidur di kamarnya sendiri. Maka Dafa
mengantarkan Kimi ke kamarnya dan menemaninya hingga tertidur. Saat Dafa kembali ke kamar, ia mendapati istrinya sedang memegang telepon genggamnya
dengan raut muka yang tidak enak. "Kenapa?", tanya Dafa.
"Tadinya aku mau ngirim foto.. tapi
aku ngeliat ini. Ini apa?", Risha bertanya sambil menunjukkan gambar di
telepon genggam Dafa. Matanya yang berkaca menunjukkan betapa dia menahan
tangisnya untuk mendengar penjelasan.
"Dia ..", jawab Dafa.
"Dia siapa?", potong Risha. Ia
mencoba dengan sangat untuk menahan emosinya.
"Dia bukan siapa-siapa. Itu foto
lama."
"Lalu ini apa?", tanya Risha
sekali lagi sambil menunjukkan pesan-pesan yang ada di telepon genggam Dafa.
Tangisnya pecah. Dia tau suaminya sudah melakukan hal yang tidak
seharusnya.
Dafa kemudian memeluknya, Hatinya sakit.
Pelukan Dafa tidak dapat mengembalikan semuanya.
"Maaf ..", ujar Dafa. Ia terlihat sangat menyesal.
"Kata maaf tidak dapat menyatukan
hati yang hancur! Kata maaf tidak dapat membuatku melupakan semuanya!",
teriak Risha dalam hati. Tangisnya semakin pecah. "Untuk apa?",
tanya Risha terbata, "Apa yang kamu fikirkan saat itu?". Risha berusaha
melepaskan diri dari pelukan suaminya, namun Dafa memeluknya semakin erat, dan
tangisnya semakin tak terbendung. "Apa salahku mas? Kenapa kamu tega?", tanya Risha sambil terisak. Dafa menjelaskan banyak hal. Mencoba
memperbaiki semuanya. Namun terlalu banyak yang Risha rasakan saat ini. Bukan baru kemarin
Ia mengenal Dafa. Bukan baru kemarin juga Ia mengerti Dafa. Perdebatan mereka berlanjut hingga akhirnya Risha tertidur
dengan tangisnya.
--
Pagi ini, seperti biasa Risha menyiapkan
sarapan lalu membangunkan suaminya. Tak banyak berkata, Risha lalu pergi ke kamar Kimi, hanya
sekedar untuk melihat wajah tidurnya. Tenang. Menenangkan. Betapa dia mencintai
buah hatinya. Bagaimanapun yang terjadi, tetap Kimi yang kini menjadi
prioritasnya. Kimi terbangun. Sedikit menggeliat, dia menyadari ada ibunya
sedang memperhatikannya. Wajah lugunya menggemaskan.
"Bun, Mi au iis.", ucapnya. Risha
tersenyum dan memegang tangan Kimi yang berjalan dengan terburu-buru menuju
kamar mandi. Setelah selesai, Kimi berlari ke ayahnya yang sedang bersiap untuk pergi ke kantor,"Yah, anti ita main
agi yahh.." ucapnya semangat. "Bun, makann.." lalu ia berlari ke meja
makan.
Tak lama setelah itu, Dafa masuk ke ruang makan. Tapi tak
biasanya dia masih belum mengenakan baju kerjanya. "Ayah nggak ke
kantor?", tanya Risha heran.
"Hari ini ayah mau izin biar bisa
jalan-jalan sama Kimi dan bunda.", jawab Dafa.
"Holeee!", teriak Kimi. Risha
hanya tersenyum. Banyak hal berkecamuk dalam benaknya.
Keluarga ini adalah mimpinya. Keluarga ini
adalah hartanya. Tempat dimana dia akan kembali. Tempat dimana ia harapkan
suaminya dan anak-anaknya kelak akan kembali. Namun ia tak menyangka hal
seperti itu harus terjadi. Dalam pedihnya Risha menulis dua buah surat yang dia
simpan dalam hatinya. Surat yang ia tujukan untuk hatinya dan suaminya.
--
Teruntuk hatiku,
Maafkan aku telah membiarkanmu merasakan
pedih dan sakit yang mendalam.
Memaksamu untuk kuat ketika kau hancur
berantakan.
Terima kasih telah bertahan disaat
aku lemah,
membantuku menyembunyikan tangis dengan
senyuman.
--
Suamiku sayang,
Salahkah bila aku memintamu untuk menjadikanku
satu-satunya? Menjadi satu-satunya yang kau rindukan, kau sayang, kau cari,
bahkan kau bayangkan. Tidak cukupkah perhatian yang ku berikan? Sehingga kau
masih mencari perhatian di luar sana. Tak tahukah kau aku telah lakukan segala
untuk menjaga rasa? Tidak cukupkah hanya aku seorang, sayang?
---
1 comment:
Nice True Story.
Post a Comment