“Mas aku
minta kita pisah aja. Aku sudah ngga kuat. Kamu silahkan pergi dengan wanita
itu. Biarkan aku cari kebahagiaanku sendiri, Mungkin disini bukan tempatku..”
ucapku entah sudah kesekian kali. Aku sudah benar-benar lelah dengan sikapnya.
Aku sudah benar-benar yakin untuk tak lagi bersamanya.
“Kenapa kamu
masih minta pisah? Kan mas udah bilang, tetap kamu dan Rino yang utama di hidup
mas. Kalian yang paling mas sayang. Mas Cuma main-main sama dia.“ begitu ujar
mas Dio, suami sekaligus ayah dari anak kami, Rino. Entah kapan terakhir aku melihat
sosok yang dulu kucinta. Mas Dio sudah berubah, benar-benar berubah.. atau aku
yang baru menyadarinya?
Mungkin
memang salahku juga dahulu terlalu membatasinya, terlalu banyak mengatur
hidupnya. Itu pulalah salah satu alasan yang membuatku tetap bertahan menerima
sikapnya selama 2 tahun terakhir ini. Awalnya dia bilang dia hanya bermain
dengan wanita itu, dan aku tak kuat membayangkan makna kata “bermain” yang dia
maksudkan. Dia bilang dia tak mungkin melanjutkan hidup dengan wanita seperti
dia. Dia bilang tetap hanya akan ada aku dan Rino di hidupnya. Dia bilang ...
ah, apa mungkin dia mengatakan hal yang sama kepada wanita itu?
Entah siapa
yang sedang dipermainkan. Aku hanya tak mengerti mengapa dia tak memperbolehkan
kami pergi, tapi tak memperdulikan kami. Apakah dia tahu Rino membutuhkan
ayahnya? Apakah dia tak ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan Rino?
Apakah semua waktu “main”nya lebih penting dibandingkan waktu bermain dengan
anaknya?
“Pokoknya
mas ngga mau kita pisah. Kamu jangan cari tau tentang wanita itu. Yang perlu
kamu tau, kamu dan Rino adalah keluarga mas satu-satunya. Mas sayang sama
kalian dan mas butuh kalian di hidup mas.”, ucapnya lagi.
“Mas pengen
kamu berubah, kalau mas udah merasa kamu berubah, mas pasti akan berubah juga. Mas
akan balik lagi ke kamu. Cuma kamu. Ninggalin dia gampang banget buat mas. Masa
kamu ngga percaya sama mas? Dulu aja mas bisa bertahan dengan sikap kamu yang selalu
ngatur-ngatur hidup mas.”
Kembali
masalah itu dibahas.. dan akhirnya, selalu berakhir begini. Kami tidak berpisah
dan aku tenggelam dalam tangisanku. Tangisan yang selalu kusembunyikan dari
Rino, kesayanganku.
*********
“Bun, hari
minggu besok, ayah libur kan? Rino mau makan pizza dong bunn.”, pinta Rino.
“Iya nak,
Nanti bunda bilang ke ayah yaa.”
*********
“Mas, Rino
minta makan pizza hari minggu. Mas bisa ngga?”, tanyaku.
“Belum tau.
Aku sibuk.”, jawabnya acuh tak acuh.
“Memangnya
benar-benar ngga bisa mas? Ini Rino yang minta. Dia maunya pergi sama mas.”,
ujarku.
“Yaudah deh..”,
jawabnya singkat.
Firasatku
mengatakan mas Dio tak akan datang. Namun aku tak mungkin menolak permintaan
anakku. Tak setiap hari dia minta sesuatu padaku.
*********
“Bun, ayah
mana sih? Rino udah laper nihh..” rengek Rino.
“Ayah
kayaknya masih ada kerjaan nak. Rino berdua bunda aja yuk makan pizzanya.”,
bujukku.
“Ngga ah.
Kan ayah udah janji. Rino mau nunggu ayah ajaa..”, ucapnya sambil duduk
menunggu ayahnya.
Mas Dio tak
bisa dihubungi.
Dan setiap
aku tak bisa menghubungi mas Dio, naluriku selalu mengajakku untuk mencari tahu
di twitter wanita itu. Iya, Aku tau nama wanita yang tak mau kusebutkan namanya
itu. Aku tau banyak tentang dia. Benar saja, status terakhirnya adalah “With
ayang..” dan itu di post-kan satu jam
yang lalu. Terpukul. Sedih. Dan meskipun aku tau dia sedang bersama wanita itu,
aku tetap berharap dia akan datang untuk Rino.
2 jam, 3 jam
kami menunggu.. mas Dio tak kunjung datang, hingga akhirnya Rino tertidur.
“Kasihan
anakku. Maafkan ibu nak, membawamu dalam keadaan ini.”
Aku geram.
Aku marah. Aku kecewa. Namun dia masih suamiku. Bodohkah aku bertahan?
*********
Teruntuk kamu,
wanita teman “bermain” suamiku ..
Apakah kau
yakin dia benar mencintaimu? Apakah sama yang dia katakan dan dia lakukan?
Apakah yang diucapkan untukku diucapkan juga padamu? Apakah kamu pernah
membayangkan bila kamu yang ada di posisiku?
Suamiku,
Maafkan aku
yang dulu memperlakukanmu terlalu kejam. Aku sungguh ingin berubah menjadi yang
lebih baik untuk semuanya, terutama keluarga kecil kita. Tapi tak bisakah kita
berubah bersam? Aku sungguh sudah tak kuat dengan sikapmu yang seperti ini.
Bila kau tak bisa melakukan ini untukku, setidaknya kau lakukan ini untuk Rino,
anak kita. Tak bisakah?
No comments:
Post a Comment